KONSEP GENDER

         

    


    Gender merupakan salah satu permasalahan krusial dan menjadi permasalahan  di kalangan masyarakat Indonesia dan bahkan masalah global saat ini. Menurut  Pardsodjo (2010) permasalahan gender yang paling subtantif dapat dilihat dari aspek  eksekutif, legislatif dan yudikatif. Menurutnya permasalahan subtantif adalah  pemahaman gender itu sendiri dan pemahaman kebijakan berspektif gender itu sendiri.  Diamenyatakan bahwa peningkatan kesadaran dan pemahaman gender harus dibarengi  dengan adanya keterlibatan perempuan dalam lembaga terutama lemaga yang bertugas  dalam membuat keputusan dan kebijakan, karena mengingat perempuan masih saja  terdapat diberbagai bidang atau aspekkehidupan manusia hanya karena karena  perkembangan pemahaman gender masyarakat Indonesia masing sangat minim dan  lambat. 

Bagi masyarakat, gender hanya dipandang sebatas jenis kelamin saja. Padahal  sebenarnya gender merupakan perbedaan fungsi, tanggung jawabp, sikap yang  merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang melalui proses pembiasaan yang  dilakukan secara terus menerus. Pembiasaan ini tak hanya di lingkungan masyarakat,  lingkungan keluarga, sekolah, tempat kerja dan sosial media. Karena pembiasaan inilah  sehingga stigma atau pandangan yang berkembang di masyarakat agak melenceng  dengan konsep gender sebenarnya. 

Di lingkungan keluarga dan masyarakat misalnya, pandangan laki-laki dan  perempuan selalu berbeda. Sterotype perempuan identik lemah dan lembut sedangkan  laki-laki identik kuat dan tegas. Pandangan seperti inilah yang kemudian menyebabkan  perempuan hanya bekerja domestik atau urusan rumah tangga saja sedangkan laki-laki  harus bekerja mencari nafkah untuk keluarga. Bukan hanya itu, di lingkungan sekolah  pandangan seperti itu pun muncul dan berkembang. Perempuan selalu di berikan tugas  menyapu dan mengepel sedangkan laki-laki tidak. Dalam buku pelajaran pun seperti itu,  contoh yang selalu diberikan adala perempuan pergi kepasar, bermain boneka, 

memasak,menyapu dan lain sebagainya sedangkan laki-laki pergi kesawah, bermain  bola, membantu pekerjaan ayah dan sebagainya. 

Di lingkungan tempat kerja pun, perempuan selalu dibatasi. Beberapa  perusahaan kemudian menerapkan aturan tentang perempuan hanya bekerja pada saat  muda dan belum menikah. Sedangkan perempuan yang sudah menikah harus berhenti  bekerja karena alasan hamil, harus mengurusi keluarga dan lain-lain. Namun aturan  tersebut tidak berlaku untuk laki-laki. Mereka boleh bekerja walaupun sudah menikah.  Di sosial media, isu-isu gender pun berkembang baik di Whatsapp, Youtube, Facebook  dan Istagram. Salah satu kiriman yang paling banyak di posting atau di share di media  sosial adalah kiriman mengenai " Tips menjadi istri yang baik dan sholehah dan tips  menjadi suami yang soleh ". Jarang kemudian orang sharing mengenai gender dan hal  itu bahkan diacuhkan dan tidak diperhatikan. 

Akibat pembiasaan ini maka muncul sikap diskriminasi terhadap gender dan  sikap ketidakadilan atau ketidaksetaraan gender. Ketidakadilan gender adalah perbedaan  perlakuan karena alasan gender. Seperti pembatasan peran, perbedaan hak laki-laki dan  perempuan baik di bidang sosial, ekonomi, pendidikan dan sebagainya. Selain  pembiasaan, budaya patriarki atau budaya yang menempatkan posisi laki-laki selalu  tinggi, depan dan berkuasa di bandingkan perempuan. Bukan hanya itu laki-laki selalu  dianggap sebagai pemegang kekuasaan, pembuat keputusan dan penentu segalanya  sudah mengakar sejak lama dan bertahan hingga sekarang. Padahal prinsipnya laki-laki  maupun perempuan memiliki hak yang sama, bisa menduduki jabatan tertinggi, bisa  menentukan keputusan dan sebagainya. 

Menurut Manssour Fakih, ada beberapa ketidak adilan gender yang terjadi  dalam kehidupan masyarakat: 

1. Marginalisasi perempuan, proses ini adalah proses yang dapat  mengakibatkan kemiskinan dikalangaan masyarakat baik laki-laki maupun  terkhusus kepada perempuan yang biasanya terjadi di dalam rumah tangga,,  masyarakat, kultur dan bahkan negara. Hal ini seperti penggusuran, bencana  alam dan eksploitasi.

2. Perempuan pada subordinasi. Perempuan dianggap mempunyai sikap  irrasional dan emosional sehingga tidak bisa menjadi seorang pemimpin. 3. Stereotip perempuan, salah satu stereotif perempuan adalah pelabelan negatif  bahwa ketika seseorang perempuan bersolek maka dapat mengundang  perhatian lawan jenisnya. Dan masih banyak lagi stereotip yang dibangun  masyarakat padahal semuanya bukan koadrati melainkan hasil ciptaan  manusia itu sendiri. 

4. Kekerasan perempuan,  

5. Beban ganda perempuan. 

Konsep gender menjadi sebuah persoalan yang menimbulkan pandangan di  kalangan masyarakat. Ada yang pro terhadap gender adapun yang kontra. Berdasarkan  hasil penelitian Herien Puspitawati (2013), masyarakat cenderun enggan menerima  konsep gender karena disebabkan beberapa hal; 

1. Konsep gender dipandang sebagai strategi dari kalangan dunia barat untuk  mempropaganda nilai-nilai yang ada pada masyarakat timur. 

2. Konsep gender dipandang bertolak belakang atau menyalahi aturan agama dan  melawan kodrati manusia. 

3. Masyarakat menganggap ketidakadilan gender tidak adadi Indonesia karena  mereka menganggap semua sudah diatur dalam UUD 1945.  

4. Masyarakat mempunyai mind-set bahwa pembagian peran antara laki-laki dan  perempuan sudah ditakdirkan dan tidak perlu untuk dirubah. 

Jika dilihat dari perspektif agama, terkadang penolakan konsep  genderdisangkut pautkan dengan agama. Salah satunya adalah agama Islam. Padahal  banyak dalam ayat Al-Qur’an yang menjelaskan pentingnya kesetaaraan gender  akan tetapi banyak masyarakat salah dalam menafsirkan. Diantara ayat-ayat yang  menjelaskan kesetaraan gender adalah: 

1. Laki-laki dan perempuan adalah sama sebagai hamba (QS. Al-Dzariyat: 56, Al-Hujurat: 13).

2. Laki-laki dan perempuan sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al Baqarah: 30 dan QS. Al-An’am: 165). 

3. Semua manusia (laki-laki dan perempuan) sama-sama menerima  perjanjian primordial dan sama-sama mengemban amana (Qs. Al-A’raf:  172) 

4. Laki-laki dan perempuan berpotensi dalam meraih kesuksesan dan  prestasi (Qs. Ali Imran: 195, QS. An-Nisa’: 124, Qs. An Nahl: 9, QS.  Ghafir: 40).  

Selain ayat diatas, dalam sejarah pra Islam dalam budaya masyarakat Arab  Jahiliyah, perempuan tidak dianggap dan bahkan diperlakukan tidak baik, tidak  dihargai, ditindas, tidak berguna, menjadi aib keluarga dan bahkan diperlakukan seperti  binatang. Akan tetapi setelah Islam datang, perempuan diangkat derajatnya, dihargai,  dilindungi dan disetarakan kedudukannya dengan laki-laki. Dari hal diatas, dapatlah kita  simpulkan bahwa Islam sangat memperhatikan pentingnya kesetaraan gender. 

Ada beberapa faktor yang dapat menjadi tolak ukur apakah laki-laki dan  perempuan dalam kehidupan keluarga telah menerapkan kesetaraan gender atau  keadilan gender yaitu sebagaiberikut: 

1. Seberapa besar partisipasi laki-lakimaupun perempuan di dalam keluarga dalam hal perencanaan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan segala  kegiatan baik yang menyangkut terkait wilayah domestik maupun publik. 

2. Seberapabesar manfaat yang diperoleh perempuan dari hasil pelaksanaan  berbagaiukegiatan dalamrelasikeluarga. 

3. Seberapa besar akses dan penguasaan dalam berbagai sumber daya manusia  seperti hak waris, hak untuk memperoleh pendidikan, jaminan kesehatan,  hak-hak reproduksi dan sebagainya. 

Untuk menerapkan keadilan gender atau kesetaraan gender dapat diterapkan  metode terkhusus untuk memberikan dan meningkatkan pemahaman anak tentang  keadilan gender tersebut, antara lain melalui metode pembiasaan, metode keteladanan, 

metode nasehat dan dialog, metode bercerita, metode pemberian penghargaan dan  hukuman. 

1. Metode pembiasaan 

Pemiasaan adalahmelakukan sesuatu secara terus menerus dan konsisten  dalam jangka waktu yang lama, sehingga menjadi kebiasaan yang akan sulit  untuk ditinggalkan. Ketika seorang anak terbiasa melakukan perbuatan  kesetaraan gender maka hal itu akan diterapkan sampai tua. 

2. Metode keteladanan 

Pendidik harus memberika contoh kepada anak didiknya. Sama hal orang tua  harus berusaha melakukan sesuatu atau memperilahatkan contoh yang baik  kepada anaknya. Oleh karena itu, jika orang tua ingin anak nya memahami dan  mengimplementasikan konsep gender maka terlebuh dahulu orang tua yang  menerapkan. Ketika orang tua sudah melakukannya anaknya akan melihat dan  berusah untuk meniru hal tersebut. 

3. Metode nasehat dan dialog 

Nasehat dan dialog adalah metode yang harus diterapkan secara  bergandengan atau bersamaan sehingga anak terbuka untuk mengungkapkan  masalah atau kesulitan yang sedang dialaminya sehingga nasehat kita mudah  untuk didengar. 

4. Metoode bercerita 

Cerita merupakan salahsatu metodeyang efektif sehingga anak isa  mengikuti alur cerita atau peristiwanya. Kemudian menyampaikan makna  yang ada dalam cerita tersebut. Cerita ini dapat juga berupa menggambarkan  perbuatan-perbuatan yang baik agar dapat ditiru dan yang tidak baik akan  ditinggalkan oleh anak.  

5. Metode pemberian hukuman dan penghargaan.

Metode ini sangat penting sehingga anak-anak termotivasi melakukan  sesuatu dan menanamkan sikap ketegasan di dalam diri anak. Ketika konsep  gender telah diterapkan didalam keluarga, anak-anak harus dilatih untuk  melakukannya. Setelah anak anak melakukannya maka orang tua boleh  memberika penghargaan supaya anak bisa termotivasi. Begitu pula ketika  anak-anak melenceng dan melakukan tindak diskriminasi gender maka sang  orang tua berhak untuk memberikan hukuman kepada sang anak agar  memerikan efek jerah.


Comments

Popular posts from this blog

Guru : Profesi Pilihanku

Irfan dan Madrasah: (Ketulusan Merajut Pendidikan di Desa Terpencil)

Kerja Keras